Senin, 25 April 2016

Langkah Pembuatan Batik Tulis

Langkah Pembuatan Batik Tulis Beserta Gambarnya

Langkah Pembuatan Batik Tulis Beserta Gambarnya - Pada kesempatan kali ini kami akan berbagi indormasi mengenai " cara dan langkah pembuatan batik tulis ". Sebelum memulai proses pembuatan batik tulis maka terlebih dahulu yang perlu kita siapkan adalah dengan menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk proses pembuatan batik tulis. Alat dan bahan yang perlu disiapkan adalah sebagai berikut :
1. Pertama adalah menyiapkan kain mori ( kain mori bisa terbuat dari katun atau sutra)
2. Kedua adalah Canting, Canting berfungsi sebagai alat untuk membentuk motif batik nantinya.
3. Ketiga adalah gawangan yaitu tempat untuk menyampirkan kain nanti
4. Keempat adalah lilin malam yang dicairkan
5. Keempat adlaah menyiapkan panci dan juga kompor yang berfungsi untuk memanaskan
6. Kemudian yang terakhir adalah menyiapkan larutan pewarna

Nah setelah semua bahan dan juga alat telah siap maka langkap selanjutnya adalah langsung masuk ke dalam proses pembuatannya. Langsung saja berikut ini adalah langkah pembuatan batik tulis beserta gambarnya :

1. Langkah yang pertama adalah dengan membuat Molani/ dikenal dengan membuat desain batik. Untuk motif batik sendiri sangat banyak dan bermacam-macam. Setiap orang pasti memiliki selera yang berbeda beda. Ada yang suka mengikuti trend perkembanga, namun adapula yang suka dengan membuat motif/  pola sendiri. Di Indonesia sendiri motif batik secara umum terbagi menjadi 2 bagian yaitu motif batikdan motif pesisiran. 


2. Setelah selesai membuat molani atau motif batik maka langkah selanjutnya adalah dengan melukis dengan menggunakan lilin malam yang telah dicairkan menggunakan canting (dikandangi/dicantangi) dengan mengikuti pola tersebut.

3. Langkah selanjutnya adalah dengan menutupi bagian putih yang tidak berwarna dengan menggunakan lilin malam.Canting digunakan untuk bagian yang halus, sedangkan kuas digunakan untuk bagian berukuran besar. Tujuan ini adalah untuk supaya saat pencelupan bahan kedalam larutan pewarna, bagian yang diberi lapisan lilin tidak terkena.
 4. Langkah selanjutnya adalah proses pewarnaan batik tulis pertama dibagian yang tidak tertutup oleh lilin dengan cara  mencelupkan kain tersebut pada warna tertentu . Kemudian bila telah selesai dicelupkan maka kain akan dikeringkan dengan cara dijemur.
5. Setelah selesai dikeringkan maka langkah selanjutnya adalah dengan kembali melukisnya menggunakan canting. Hal ini bertujuan agar untuk menutup bagian yang akan tetap dipertahankan pada pewarnaan yang pertama. Setelah selesai maka akan dilanjutkan kembali dengan proses pencelupan pada tahap kedua.

6. Setelah proses pencelupan pada tahap kedua selesai maka langkah selanjutnya adalah dengan menghilangkan lilin pada kain yang masih menempel, dilakukan dengan cara meletakkan kain tersebut pada air panas yang sudah dipanaskan di atas tungku.

7. Setelah kain bersih dari lilin dan kering, dapat dilakukan kembali proses pembatikan dengan penutupan lilin (menggunakan alat canting)untuk menahan warna pertama dan kedua. Proses membuka dan menutup lilin malam dapat dilakukan berulang kali sesuai banyaknya warna dan kompleksitas motif yang diinginkan.

8. Langkap selanjutnya adalah adalah nglorot, yaitu kain yang telah berubah warna direbus dengan menggunakan  air panas. Tujuannya merebus dengan air panas disini adalah untuk supaya menghilangkan lapisan lilin, sehingga motif yang telah digambar sebelumnya terlihat jelas. Anda tidak perlu kuatir, pencelupan ini tidak akan membuat motif yang telah Anda gambar terkena warna, karena bagian atas kain tersebut masih diselimuti lapisan tipis. Setelah selesai, maka batik tersebut telah siap untuk digunakan. 

9. Terakhir adalah mencuci kain batik dan mengeringkan dengan menjemur sebelum dapat digunakan dan dipakai. 

Itulah tadi artikel dari kami mengenai " langkah Pembuatan Batik Tulis Beserta Gambarnya ". semoga bisa bermanfaat bagi anda, dan terima kasih telah berkunjung ke blog kami ini.

Batik Cap

Batik Cap

Batik Cap adalah salah satu jenis hasil proses produksi batik yang menggunakan canting cap. Canting cap yang dimaksud di sini mirip seperti stempel. Cuman bahannya terbuat dari tembaga dan dimensinya lebih besar. Rata-rata berukuran 20cm X 20cm.

    Proses Pembuatan batik cap adalah sebagai berikut :
  • Kain mori diletakkan di atas meja datar yang telah dilapisi dengan bahan yang empuk
  • Malam direbus hingga mencair dan dijaga agar suhu cairan malam ini tetap dalam kondiri 60 s/d 70 derajat Celcius
  • Canting Cap lalu dimasukkan kedalam cairan malam tadi (kurang lebih 2 cm bagian bawah canting cap yang tercelup cairan malam)
  • Canting Cap kemudian di-cap-kan (di-stempel-kan) dengan tekanan yang cukup di atas kain mori yang telah disiapkan tadi
  • Cairan malam akan meresap ke dalam pori-pori kain mori hingga tembus ke sisi lain permukaan kain mori
  • Setelah proses penge-cap-an selesai dengan berbagai kombinasi canting cap yang digunakan, selanjutnya kain mori akan dilakukan proses pewarnaan, dengan cara mencelupkan kain mori ini ke dalam tangki yang berisi warna yang sudah dipilih.
  • Kain mori yang permukaannya telah diresapi oleh cairan malam, tidak akan terkena dalam proses pewarnaan ini.
  • Setelah proses pewarnaan, proses berikutnya adalah penghilangan berkas motif cairan malam melalui proses penggodogan.
  • Sehingga akan nampak 2 warna, yaitu warna dasar asli kain mori yang tadi tertutup malam, dan warna setelah proses pewarnaan tadi.
  • Jika akan diberikan kombinasi pewarnaan lagi, makan harus dimulai lagi dari proses penge-cap-an cairan malam - pewarnaan - penggodogan lagi.
  • Sehingga diperlukan proses berulang untuk setiap warna.
  • Hal yang menarik dari batik cap adalah pada proses perkawinan warna, karena permukaan kain mori yang telah diwarna sebelumnya akan diwarna lagi pada proses pewarnaan berikutnya, sehingga perlu keahlian khusus dalam proses pemilihan & perkawinan warna.
  • Oleh karena proses pewarnaan yang berulang-ulang dan menyeluruh pada setiap pori-pori kain mori, maka warna pada batik cap cenderung lebih awet dan tahan lama dibandingkan dengan batik yang lain.
  • Proses terakhir dari pembuatan batik cap adalah proses pembersihan dan pencerahan warna dengan soda. Selanjutnya dikeringkan dan disetrika.
    Ciri-ciri batik CAP adalah :
  • Warna batik kedua belah sisi kain adalah sama
  • Warna batik lebih mengkilap
  • Motif tidak terlalu detil
  • Biasanya warna dasar adalah warna tua / gelap
Contoh-contoh canting CAP :
canting cap batik pekalongan canting cap batik pekalongan canting cap batik pekalongan canting cap batik pekalongan

Asal Usul Kota Pekalongan

1302072111703566600


Pada Tanggal 1 April kemarin Kota Pekalongan merayakan hari jadinya yang ke-105. Pada hari itu Kota Pekalongan bertransformasi dari ”sekadar” Kota Batik menjadi The World’s City of Batik. Sebagai kota yang memiliki banyak pengrajin batik, nama kota ini tidak sementereng Yogyakarta ataupun Solo. Pekalongan? Kota Pekalongan adalah kota yang terletak di utara Pulau Jawa, berdekatan dengan kota Pemalang, Tegal dan Semarang. Kota ini memang kota yang tidak terlalu besar sehingga banyak orang sulit untuk mengetahui dimana tempatnya. Kota Pekalongan berada di propinsi Jawa Tengah yang beribukotakan Semarang. Sebagai kota yang berada di Propinsi Jawa Tengah bisa dipastikan penduduknya menggunakan bahasa Jawa sebagai penghubung komunikasinya sehari-hari. Bahasa Jawa logat Pekalongan agak sedikit berbeda dengan bahasa Jawa lain seperti Jogja atau Solo yang cenderung lebih halus. Pekalongan, sebuah nama yang unik. Bagaimana asal usul nama kota ini? Nama Pekalongan berasal dari nama Topo Ngalongnya Joko Bau (Bau Rekso) putra Kyai Cempaluk yang dikenal sebagai pahlawan daerah Pekalongan. Di kemudian hari ia menjadi pahlawan kerajaan Mataram, yang konon ceritanya berasal dari Kesesi, Kabupaten Pekalongan. Suatu ketika, ia disuruh oleh pamannya Ki Cempaluk untuk mengabdi kepada Sultan Agung, raja Mataram. Joko Bau mendapat tugas untuk memboyong putri Ratansari dari Kalisalak Batang ke istana, akan tetapi Jaka Bau jatuh cinta pada putri tesebut. Sebagaihukumannya Jaka Bau diperintah untuk mengamankan daerah pesisir yang terus diserang oleh bajak laut cina. Ia kemudian bersemedi di hutan gambiran, setelah itu Joko bau berganti nama menjadi Bau Rekso dan mendapat perintah dari Sultan Agung untuk mempersiapkan pasukan dan membuat perahu untuk membentuk armada yang kemudian melaksanakan serangan terhadap kompeni yang ada di Batavia ( 1628 dan 1629). Setelah mengalami kegagalan Bau Rekso memutuskan untuk kembali dan bertopo ngalong (bergelantung seperti kelelawar) di hutan gambiran. Di dalam tapanya tersebut tak ada satupun yang bisa mengganggunya termasuk Raden Nganten Dewi Lanjar (Ratu Segoro Lor) dan prajurit silumannya. Pada akhirnya, karena kekuatan goibnya yang luar biasa maka Dewi Lanjar pun bertekuk lutut dan akhirnya Dewi Lanjar dipersunting Joko Bau. Satu-satunya yang bisa mengganggu topo ngalongnya Joko Bau adalah Tan Kwie Djan yang mendapat tugas dari Mataram, kemudian Tan Kwie Djan dan Joko Bau sowan ke Mataram untuk menerima tugas lebih lanjut. Dari asal topo ngalong inilah kemudian timbul nama Pekalongan. Munculnya nama Pekalongan menurut versi ini seputar abad XVII pada era Sultan Agung dan dalam sejarah Bau Rekso dinyatakan gugur pada tanggal 21 September 1628 di Batavia dalam peperangan melawan VOC. Tempat topo ngalongnya Joko Bau tersebut dipercayai tempatnya berbeda-beda antara lain di Kesesi, Wiradesa, Ulujami, Comal, Alun-alun Pekalongan dan Slamaran. Berbagai Asal Kata "Pekalongan" Nama Pekalongan semula dari daerah Wonocolo, Kota Surabaya, Jawa Timur. Sejak jaman Majapahit nama Pekalongan sudah ada di daerah tersebut dan orang-orang di tempat itu pun banyak yang pindah ke lain tempat dan kemudian nama Pekalongan digunakan untuk nama sebuah kecamatan di kota Netro Lampung. Kata Pekalongan, asal kata pek dan along. Kata pek artinya teratas, pak de (si wo), luru (mencari, apek) sedang kata along yang artinya halong dalam bahasa sehari-hari nelayan yang berarti dapat banyak. Kemudian kata Pek-Along artinya mencari ikan di laut dapat hasil. Dari Pek Halong kemudian menjadi A-PEK-HALONG-AN (Pekalongan). Okeh masyarakat Pekalongan sendiri kata Pekalongan dikromokan menjadi PENGANGSALAN (angsal = dapat). Kemudian dijadikan lambang Kota Pekalongan yang telah ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Besar Pekalongan tertanggal 29 Januari 1957 dan diperkuat dengan Tambahan Lembaran Daerah Swatantra Tingkat 1 Jawa Tengah tanggal 15 Desember 1958 seri B Nomer 11 kemudian disahkan oleh Mentri Dalam Negeri dengan Keputusanya Nomer: Des./9/52/20 tanggal 4 Desember 1958 serta mendapatkan persetujuan Pengusaha Perang Daerah Tertorium 4 dengan surat Keputusannya, Nomer : KPTSPPD/ 00351/11/1958 tanggal 18 November 1958. Kata Pekalongan, asal kata pek dan kalong. Kata kalong dalam bahasa Jawa dianggap berasal dari kata dasar elong artinya mengurangi, dan dalam bentuk pasif kalong yang berarti berkurang. Sementara kata pek atau amek, seperti yang tercermin dalam ungkapan kata amek iwak (menangkap ikan), diduga berkaitan dengan bahasa nelayan lokal. Adapun kata kalong bisa berarti pula sejenis satwa kelelawar besar yang secara simbolis diartikan sebagai kelompok rakyat kecil atau golongan orang tertentu yang suka keluar (untuk bekerja) dari rumah pada malam hari (nelayan). Lambang Kota Praja Pekalongan tempo dulu yang disahkan pemerintah Hindia Belanda dengan “Keputusan Pemerintah“ (Gouvernements Besluit) Tahun 1931 Nomer 40 dan menurut keterangan Dirk Ruhl Jr dalam nama ”Pekalongan” berasal dari perkataan “along”, artinya banyak atau berlimpah-limpah, lancar, beruntung, berkaitan dengan penangkapan ikan (hasil laut) dengan menggunakan pukat tarik. Dengan demikian sesuai dengan motto yang tertulis dibawah perisai lambang Kota Praja Pekalongan (jaman doeloe) berarti : “pek” (pa)-along–an” yakni tempat ditepi pantai untuk menangkap ikan dengan lancar dengan menggunakan pukat tarik (jala). Menurut Kyai Raden Masrur Hasan, keturunan Sunan Sendang yaitu R. Nur Rochmad di Sendangduwur Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan, Pekalongan berasal dari istilah para santri kalong karena tidak bermukim di pesantren di bawah asuhan R. Joko Cilik yang akhirnya juga disebut sebagai mbah Mesjid Dari asal kerajaan bernama “Pou-Kia-Loung” kemudian menjadi kata Pekalongan dan menurut naskah kuno Sunda dari akhir abad ke 16, koleksi perpustakaan “Bodlain” di Inggris. Di dalam naskah tersebut menceritakakan perjalanan “Bujangga Manik” orang pertama terpelajar dari Sunda, mengunjungi beberapa daerah di Pulau Jawa, diantaranya beberapa tempat di kawasan Brebes, Pemalang, Batang, dan Pekalongan. Kendati tidak singgah di Pekalongan namun dalam penuturan perjalanannya di empat daerah ini Sang Bujangga tidak lupa menyebut nama Pekalongan. Penyebutan nama Pekalongan dalam naskah Bujangga Manik tersebut dapat dipandang penyebutan nama Pekalongan paling tua dalam naskah pribumi. Nama Kota Pekalongan ternyata juga disebut dalam sumber sejarah kuno asal Tiongkok pada dinasti Ming. Sumber ini menuturkan bahwa pada tahun ke tujuh masa pemerintahan “Kaisar- Siouenteh” (tahun masehi 1433) orang Jawa telah datang mempersembahkan upeti dan memberikan sebuah keterangan pertama jaman “Youen-Khang dari masa pemerintahan Kaisar Siouen-ti” dari dinasti Han. Di negeri mereka terapat tiga jenis penduduk. Pertama, orang-orang Tionghoa, bertempat tinggal untuk sementara waktu, pakaian dan makanan mereka bersih dan sehat. Kedua, para pedagang dari negeri-negeri lain yang telah lama menetap, mereka ini juga sopan santun dan bersih. Ketiga, adalah penduduk pribumi, yang yang dituturkan sangat kotor dan makan ular, semut dan serangga, perwujutannya gelap kehitam-hitaman. Satu hal yang aneh adalah karena mereka berpandangan sebagai kera dan berjalan dengan kaki telanjang. Jika ayah atau ibu mereka meninggal, mereka dibawa ke hutan belantara dan kemudian dibakar. Salah satu kerajaan mereka dinamakan “Pou-Kia-Loung”. Disamping itu ada orang yang menyebutnya Hie Kiang atau Choun-Ta. Menurut “Prof. D.G. Schlerel” dalam bukunya berjudul “Iets Omt ent De Betrikkinoen Der Chinezen Met Java, voornDe Komst Der Europennen Aldo“ termuat dalam majalah Tijdsct-ift voor Indische Taal Land-En Volkenkumdell, jilid XX Tahun 1873, yang dimaksud kerajaan “Pou-Kia-Loung“ dalam sumber sejarah dinasti “Ming” tersebut adalah Pekalongan. Tetapi masih ada beberapa versi lain tentang terciptanya nama kota Pekalongan, yaitu sebagai berikut: LEGOK KALONG Dalam lakon Ketoprak yang pernah dipagelarkan di Pekalongan oleh Siswo Budoyo, lakonnya diambil dari hasil karya R.Soedibyo Soerjohadilogo, diantaranya mengisahkan peristiwa keberhasilan Joko Bau putra Kyai Cempaluk memenggal kepala JP Coon (VOC). Kepala tersebut dibawanya pulang untuk disowankan kepada Sultan Agung dan dalam perjalanan direbut oleh Mandurarejo. Karena tidak mempunyai cukup bukti maka Joko Bau bertapa kembali di daerah selatan Pekalongan. Dari kata Legok Kalong inilah kemudian timbul nama Pekalongan di desa “Legok Kalong” dari nama desa itu kemudian menjadi Pekalongan. KALINGGA Konon sebagian masyarakat Pekalongan beranggapan bahwa letak Kerajaan Kalingga adalah di desa Linggoasri, Kecamatan Kajen, Kabupaten Pekalongan. Dari Kalingga inilah kemudian dihubungkan dengan kata Kaling, Keling, Kalang dan akhirnya menjadi Kalong. Akhirnya dari kata Kalong tersebut kemudian timbulah nama Pekalongan, karena Kerajaan Kalingga itu dikenal pada abad VI-VII, maka timbulnya nama Pekalongan menurut versi ini seputar abad VI dan VII. Kalong ( Kelelawar) Pekalongan berasal dari kata Kalong (Kelelawar), karena di Pekalongan dulunya banyak binatang kelelawar/kalong, terutama di Kesesi tempat kelahiran Joko Bau putra Kyai Cempaluk. Dalam versi yang sama tetapi berbeda tempat, dikisahkan bahwa di sepanjang kali Pekalongan (Kergon), di tempat tersebut dulunya ada pohon slumpring dan banyak kelelawarnya begitu juga di Kelurahan Kandang Panjang, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan terdapat banyak pohon randu gembyang dan banyak dihuni kelelawarnya dan dijadikan pedoman bahwa daerah yang banyak dihuni kelelawar adalah daerah pantai. Dari banyaknya kelelawar (kalong) tersebut kemudian berubah menjadi nama Pekalongan. Nama pekalongan tersebut dikenal seputar abad ke XVII (jamannya Bau Rekso). KALANG Asal kata Pekalongan berasal dari kalingga dan berubah menjadi kata keling kemudian berubah lagi menjadi kalang. Kata kalang tersebut ada beberapa pengertian yaitu hilir mudik, nama sejenis ijan laut Cakalang, gelanggang, sekelompok, atau diasingkan ke/di selong. Didalam salah satu cerita rakyat daerah Pekalongan ada hutan/semaksemak yang banyak setan/siluman dan tempat tersebut sangat ditakutioleh siapapun, kemudian tempat tersebut dipergunakan untuk pembuangan sebagai hukuman bagi orang–orang yang membangkang atau membahayakan pada kerajaan Mataram. Dari kata kalang tersebut kemudian menjadi Pekalongan. Dari berbagai macam asal usul nama kota ini terbukti bahwa Kota Pekalongan telah lama berdiri sehingga tidak ada keraguan lagi untuk mengenalnya lebih dalam. Sejalan dengan rebrandingnya sebagai The World’s City of Batik maka Kota Pekalongan siap menyambut kedatangan Anda untuk menikmati "atmosfir" batik di kota ini.

Kegunaan Batik Bagi Orang Jawa

Kegunaan Kain Batik Bagi Orang Jawa Sangat Beragam

Bagi orang jawa, kain batik memiliki kegunaan yang sangat banyak. Berikut ini adalah kegunaan batik bagi orang jawa
  • Upacara Adat : Dalam adat jawa banyak sekali kegiatan memakai batik. seperti acara pernikahan, kain batik digunakan sebagai bawahan kebaya yang digunakan kedua mempelai yang menikah.
  • Kegiatan Sehari-hari : Pada kegiatan sehari-hari orang jawa juga menggunakan batik. kain batik dibuat menjadi celana ataupun baju yang digunakan sehari hari
  • Alat Rumah Tangga : Kegunaan kain batik juga sampai keperalatan rumah tangga. contohnya dibuat menjadi taplak meja, tirai dan masih banyak lagi
Oleh karena itulah orang-orang jawa tidak bisa lepas dari kain batik. Dikarena kain batik bisa digunakan untuk berbagai macam hal yang berbeda. tidak hanya orang jawa yang menggunakan batik, orang orang di luar jawa juga menggunakan batik di berbagai kegiatan. namun tiap daerah memiliki motif batik yang berbeda-beda. Misalnya batik solo yang memiliki ciri khas simbol naga, burung, modan dan yang lainnya. Untuk batik pekalongan ciri khasnya adalah garis-garis, tumbuh-tumbuhan serta titik.
Masih banyak lagi jenis batik nusantara yang beragam motif yang memiliki ciri khasnya masing-masing. Di balik motif sehelai kain batik terkadang memiliki makna tersendiri, maksud dan tujuannya. Batik yang etnik sangat digemari semua kalangan, dari yang tua sampai anak-anak.

Kreasi Kain Batik Mengikuti Perkembangan Di Zaman Modern

Seiring berkembangnya zaman, batik juga mulai berkembang mengikuti kebutuhan dan kegunaan zaman modern. Banyak bermunculan kreasi dari kain batik yang sangat unik, cantik dan terlihat etnik. Griya etnik atau rumah produksi barang-barang etnik menggunakan kain batik untuk produknya. Inilah perkembangan kain batik mengikuti perkembangan zaman modern :
  • Baju Batik
    Batik digunakan untuk membuat baju wanita ataupun pria. Dan untuk menambah minat anak-anak muda, baju batik dikreasikan menjadi baju hem batik sopal. Batik sopal adalah perpaduan antara kain batik dan kain polos yang dibuat baju dengan cara menyambungkannya.
  • Kaos Batik
    Kaos juga bisa dibuat dari kain batik dengan berbagai jenis. Ada kaos batik yang dibuat dari bahan kaos yang dibatik, ada yang menggabungkan bahan kaos dan batik dengan cara disopal dan ada pula kaos yang bercorak batik dengan cara disablon.
  • Blouse Batik
    Blouse wanita juga bisa dibuat dari kain batik dengan motif dan warna-warna yang beragam.
  • Sackdress Batik
    Dress cantik yang modern bisa tercipta dari kain batik yang etnik.
  • Kimono Batik
    Baju kimono asal Jepang bisa dibuat dari kain batik oleh tangan kreatif dengan Desain yang sangat cantik.
  • Sandal Batik
    Seiring terkenalnya batik dan banyak yang memakainya, diciptakanlah desain sandal yang terbuat dari kain batik. Sandal batik mulai muncul pada akhir tahun 2012 lalu.
  • Tas Batik
    Dengan motif nya yang etnik, kain batik juga dibuat menjadi tas sekolah, tas remaja ,aupun tas kerja.
Dari kain batik saja bisa membuat banyak barang yang bagus dan sangat cantik. Mari lestarikan batik Indonesia dan perkenalkan kepada anak cucu kita kelak. Kembangkanlah terus kreasi yang terbuat dari kain batik dan tingkatkankegunaan kain batik.

Fungsi Batik Pekalongan

Fungsi Batik Pekalongan
                  Selain fungsinya sebagai penutup tubuh, dahulu, kain batik merupakan busana kebesaran keluarga keraton. Tak ada yang boleh mengenakan kain batik selain raja dan keturunan raja. Biasanya batik dipakai sehari-hari dan dipakai dalam upacara kelahiran, perkawinan serta kematian, yang biasanya dipakai dalam bentuk kain panjang, sarung, dodot, selendang, ikat kepala dan kemben.
                  Fungsi batik dalam kehidupan sehari-hari dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu :
a. Batik yang berfungsi sebagai busana atau pakaian untuk keperluan sehari-hari yang biasa disebut sebagai Batik Profan, seperti :
1. kemeja
2. daster
3. sarung
4. jarik
5. selendang
6. kerudung
b. Batik berfungsi sebagai kerajinan, seperti :
1. taplak meja
2. seprai
3. gorden
4. hiasan dinding
5. tas

Bahan Pembuatan

 Bahan Pembuatan Batik Pekalongan
Perlengkapan membatik tidak banyak mengalami perubahan. Dilihat dari peralatan dan cara mengerjakannya, membatik dapat digolongkan sebagai suatu kerja yang bersifat tradisional.
1.      Gawangan
Gawangan adalah perkakas untuk menyangkutkan dan membentangkan mori sewaktu dibatik. Gawangan terbuat dari kayu atau bambu. Gawangan harus dibuat sedemikian rupa hingga kuat, ringan, dan mudah dipindah-pindah.

2.      Bandul
Bandul dibuat dari timah, kayu, atau batu yang dimasukkan ke dalam kantong. Fungsi pokok bandul adalah untuk menahan agar mori yang baru dibatik tidak mudah tergeser saat tertiup angin atau tertarik oleh si pembatik secara tidak sengaja.

3.      Wajan
Wajan adalah perkakas utuk mencairkan malam. Wajan dibuat dari logam baja atau tanah liat. Wajan sebaiknya bertangkai supaya mudah diangkat dan diturunkan dari perapian tanpa menggunakan alat lain.

4.      Kompor
Kompor adalah alat untuk membuat api. Kompor yang biasa digunakan adalah kompor berbahan bakar minyak. Namun terkadang kompor ini bisa diganti dengan kompor gas kecil, anglo yang menggunakan arang, dan lain-lain. Kompor ini berfungsi sebagai perapian dan pemanas bahan-bahan yang digunakan untuk membatik.

5.      Taplak
Taplak adalah kain untuk menutup paha si pembatik agar tidak terkena tetesan malam panas sewaktu canting ditiup atau waktu membatik.
6.      Saringan Malam
Saringan adalah alat untuk menyaring malam panas yang memiliki banyak kotoran. Jika malam tidak disaring, kotoran dapat mengganggu aliran malam pada ujung canting. Sedangkan bila malam disaring, kotoran dapat dibuang sehingga tidak mengganggu jalannya malam pada ujung canting sewaktu digunakan untuk membatik.
Ada bermacam-macam bentuk saringan, semakin halus semakin baik karena kotoran akan semakin banyak tertinggal. Dengan demikian, malam panas akan semakin bersih dari kotoran saat digunakan untuk membatik.

7.      Canting
Canting adalah alat yang dipakai untuk memindahkan atau mengambil cairan, terbuat dari tembaga dan bambu sebagai pegangannya. Canting ini dipakai untuk menuliskan pola batik dengan cairan malam. Saat ini, canting perlahan menggunakan bahan teflon.

8.      Mori
Mori adalah bahan baku batik yang terbuat dari katun. Kualitas mori bermacam-macam dan jenisnya sangat menentukan baik buruknya kain batik yang dihasilkan. Mori yang dibutuhkan disesuaikan dengan panjang pendeknya kain yang diinginkan.
Tidak ada ukuran pasti dari panjang kain mori karena biasanya kain tersebut diukur secara tradisional. Ukuran tradisional tersebut dinamakan kacu. Kacu adalah sapu tangan, biasanya berbentuk bujur sangkar.
Jadi, yang disebut sekacu adalah ukuran persegi mori, diambil dari ukuran lebar mori tersebut. Oleh karena itu, panjang sekacu dari suatu jenis mori akan berbeda dengan panjang sekacu dari mori jenis lain.
Namun di masa kini, ukuran tersebut jarang digunakan. Orang lebih mudah menggunakan ukuran meter persegi untuk menentukan panjang dan lebar kain mori. Ukuran ini sudah berlaku secara nasional dan akhirnya memudahkan konsumen saat membeli kain batik. Cara ini dapat mengurangi kesalahpahaman dan digunakan untuk menyamakan persepsi di dalam sistem perdagangan.

9.      Malam (Lilin)
Malam (lilin) adalah bahan yang dipergunakan untuk membatik. Sebenarnya malam tidak habis (hilang) karena pada akhirnya malam akan diambil kembali pada proses mbabar, proses pengerjaan dari membatik sampai batikan menjadi kain. Malam yang dipergunakan untuk membatik berbeda dengan malam (lilin) biasa. Malam untuk membatik bersifat cepat diserap kain, tetapi dapat dengan mudah lepas ketika proses pelorodan.

10.  Dhingklik (Tempat Duduk)
Dhingklik (tempat duduk) adalah tempat untuk duduk pembatik. Biasanya terbuat dari bambu, kayu, plastik, atau besi. Saat ini, tempat duduk dapat dengan mudah dibeli di toko-toko.

11.  Pewarna Alami
Pewarna alami adalah pewarna yang digunakan untuk membatik. Pada beberapa tempat pembatikan, pewarna alami ini masih dipertahankan, terutama kalau mereka ingin mendapatkan warna-warna yang khas, yang tidak dapat diperoleh dari warna-warna buatan. Segala sesuatu yang alami memang istimewa, dan teknologi yang canggih pun tidak bisa menyamai sesuatu yang alami.
Itulah jenis perlengkapan membatik yang harus ada. Proses membatik memerlukan waktu yang cukup lama, terlebih kalau kain yang dibatik sangat luas dan coraknya cukup rumit.

Cara Pembuatan Batik pekalongan

Tata Cara Pembuatan Batik Pekalongan
Berikut ini adalah proses membatik yang berurutan dari awal hingga akhir. Penamaan atau penyebutan cara kerja di tiap daerah pembatikan bisa berbeda-beda, tetapi inti yang dikerjakannya adalah sama termasuk di Pekalongan ini, yaitu:.
1.      Ngemplong
Ngemplong merupakan tahap paling awal atau pendahuluan, diawali dengan mencuci kain mori. Tujuannya adalah untuk menghilangkan kanji. Kemudian dilanjutkan dengan pengeloyoran, yaitu memasukkan kain mori ke minyak jarak atau minyak kacang yang sudah ada di dalam abu merang. Kain mori dimasukkan ke dalam minyak jarak agar kain menjadi lemas, sehingga daya serap terhadap zat warna lebih tinggi.
Setelah melalui proses di atas, kain diberi kanji dan dijemur. Selanjutnya, dilakukan proses pengemplongan, yaitu kain mori dipalu untuk menghaluskan lapisan kain agar mudah dibatik.

2.      Nyorek atau Memola
Nyorek atau memola adalah proses menjiplak atau membuat pola di atas kain mori dengan cara meniru pola motif yang sudah ada, atau biasa disebut dengan ngeblat. Pola biasanya dibuat di atas kertas roti terlebih dahulu, baru dijiplak sesuai pola di atas kain mori. Tahapan ini dapat dilakukan secara langsung di atas kain atau menjiplaknya dengan menggunakan pensil atau canting. Namun agar proses pewarnaan bisa berhasil dengan baik, tidak pecah, dan sempurna, maka proses batikannya perlu diulang pada sisi kain di baliknya. Proses ini disebut ganggang.

3.      Mbathik
Mbathik merupakan tahap berikutnya, dengan cara menorehkan malam batik ke kain mori, dimulai dari nglowong (menggambar garis-garis di luar pola) dan isen-isen (mengisi pola dengan berbagai macam bentuk). Di dalam proses isen-isen terdapat istilah nyecek, yaitu membuat isian dalam pola yang sudah dibuat dengan cara memberi titik-titik (nitik). Ada pula istilah nruntum, yang hampir sama dengan isen-isen, tetapi lebih rumit.

4.      Nembok
Nembok adalah proses menutupi bagian-bagian yang tidak boleh terkena warna dasar, dalam hal ini warna biru, dengan menggunakan malam. Bagian tersebut ditutup dengan lapisan malam yang tebal seolah-olah merupakan tembok penahan.

5.      Medel
Medel adalah proses pencelupan kain yang sudah dibatik ke cairan warna secara berulang-ulang sehingga mendapatkan warna yang diinginkan.

6.      Ngerok dan Mbirah
Pada proses ini, malam pada kain dikerok secara hati-hati dengan menggunakan lempengan logam, kemudian kain dibilas dengan air bersih. Setelah itu, kain diangin-anginkan.

7.      Mbironi
Mbironi adalah menutupi warna biru dan isen-isen pola yang berupa cecek atau titik dengan menggunakan malam. Selain itu, ada juga proses ngrining, yaitu proses mengisi bagian yang belum diwarnai dengan motif tertentu. Biasanya, ngrining dilakukan setelah proses pewarnaan dilakukan.

8.      Menyoga
Menyoga berasal dari kata soga, yaitu sejenis kayu yang digunakan untuk mendapatkan warna cokelat. Adapun caranya adalah dengan mencelupkan kain ke dalam campuran warna cokelat tersebut.

9.      Nglorod
Nglorod merupakan tahapan akhir dalam proses pembuatan sehelai kain batik tulis maupun batik cap yang menggunakan perintang warna (malam). Dalam tahap ini, pembatik melepaskan seluruh malam (lilin) dengan cara memasukkan kain yang sudah cukup tua warnanya ke dalam air mendidih. Setelah diangkat, kain dibilas dengan air bersih dan kemudian diangin-arginkan hingga kering. Proses membuat batik memang cukup lama. Proses awal hingga proses akhir bisa melibatkan beberapa orang, dan penyelesaian suatu tahapan proses juga memakan waktu. Oleh karena itu, sangatlah wajar jika kain batik tulis berharga cukup tinggi.

Bentuk batik pekalongan

Bentuk Batik Pekalongan
Ada beberapa wujud batik pekalongan berdasarkan pembuatannya, yaitu:
1.      Batik cap
Batik dengan tehnik cap ini merupakan pembuatan batik yang dilakukan dengan cara menggunakan canting cap. Bentuknya yang mirip dengan stempel ini membuat proses membantik menjadi lebih cepat. Meskipun proses pembuatannya lebih cepat, hasil batik cap ini sebenarnya juga tidak kalah bagus dengan batik tulis yang dilakukan dengan cara seperti menggambar di atas kain ini. Untuk membedakan batik cap ini, anda bisa memperhatikan beberapa ciri khas dari batik celup diantaranya adalah warna batik pada kedua belah sisi kain adalah sama, motif yang dipilih tidak terlalu detil, warna batik lebih mengkilap, dan warna dasar pada kain biasanya warna gelap.
  1. Batik tulis
Batik yang dibuat dengan cara menuliskan langsung motif
batik secara manual dengan menggunakan canting. Batik tulis ini mempunyai keunikan tersendiri karena proses pembuatannya yang cukup rumit dan membutuhkan ketelatenan tingkat tinggi. Sesuai dengan tingkat kesulitan dalam membuatnya, batik tulis memang dijual dengan harga yang lebih mahal. Hal ini sangat sesuai dengan kualitas batik tulis yang bagus dan mempunyai motif batik yang detil. Untuk batik pekalongan juga terdapat jenis batik tulis yang juga memiliki daya jual yang tinggi.
Beberapa jenis batik tulis itu sendiri juga terdapat beberapa macam diantaranya adalah batik tulis malam dan batik tulis colet (warna). Batik tulis malam ini proses pembuatannya dengan menorehkan cairan malam dengan menggunakan canting tulis. Sedangkan batik tulis warna atau colet sebanarnya proses pembuatannya juga sama dengan proses membuat batik tulis hanya saja yang membedakan adalah batik ini langsung ditorehkan warna yang dikehendaki melalui canting yang digunakan. Ciri -ciri batik tulis ini adalah motifnya tidak berulang, pemilihan kombinasi warna yang digunakan bisa lebih banyak, dan warna dasarnya bisa gelap atau cerah.
  1. Batik sablon
Seiring dengan kemajuan tehnologi, batik pekalongan juga ada yang diproses dengan cara disablon. Cara ini adalah cara yang paling cepat dan mudah sehingga dalam sekali pembuatan, produsen bisa menghasilkan produk kain batik yang banyak. Produksi dengan cara ini biasanya banyak dilakukan oleh pabrik tekstil. Produksinya yang cepat tentunya juga akan mempengaruhi harga penjualan produk batik yang satu ini, sehingga batik sablon dijual dengan harga yang relatif murah.
Meskipun beberapa jenis batik hampir memiliki proses batik yang sama, tapi batik pekalongan memang memiliki ciri khas yang kuat sehingga batik yang satu ini memiliki banyak penggemar.

Perbedaan batik Jogja, Solo dan Pekalongan

Perbedaan antara batik jogja atau Solo dan Pekalongan

Telah lama kita ketahui bahwa ketiga kota tersebut memang dikenal sebagai penghasil batik yang terbesar di Indonesia. Selain itu dilihat dari Sejarahnya Kota-kota tersebut memang mempunyai kaitan erat dengan sejarah batik di Indonesia hingga sekarang. Pada jaman penjajahan Belanda dulu kota-kota tersebut memang menjadi produsen dan ekportir batik yang terkenal .
Perkembangan batik di kota-kota tersebut membuat ciri khas masing-masing. Mulai dari penamaan motif-motif yang dikembangkan dan juga warna-warna yang dipakai sebagai ciri khasnya.  Penamaan motif batik khas jogja dan solo berpegang teguh pada pakem pakem yang memang sudah ada sejak zaman dahulu sebagai warisan budaya. Sedangkan motif batik khas pekalongan mempunyai penamaan yang agak aneh sesuai dengan pembuat motif-motif batik itu sendiri terkdang juga motif yang dibuat oleh pengrajin di Pekalongan tidak mempunyai nama.
Pewarnaan batik pekalongan dan solo atau jogja berbeda. Batik pekalongan cenderung lebih berwarna walaupun masih ada beberapa pengrajin yang mengunkan warna gelap sebagai ciri khasnya. Sedangkan batik jogja mengunakan latar putih lalu batik solo cenderung mengunakan latar gelap atau hitam.
Motif batik di daerah pekalongan, solo dan jogjakarata juga terdapat perbedaan. Motif batik pekalongan dahulu sering mengunakan motif yang kecil dan rapat seiring dengan perkembangan waktu motif pekalongan beraneka ragam bentuknya mulai dari ikan ikanan, burung burungan, wayang wayangan, dan banyak lainnya yang bermotif abstrak. Motif batik solo dan jogja dari dahulu sampai sekarang tetap mempertahankan motif motif warisan budaya yang berasal dari keraton misalnya parang, kawung, dan lain lagi yang merupakan pakem keraton.

Batik Tiga Negeri


Kerumitan membuat sepotong batik tulisternyata masih belum cukup jika kita tahu sejarah motif Batik Tiga NegeriMotif batikTiga Negeri merupakan gabungan batikLasem, Pekalongan dan Solo. Pada jaman kolonial ketiga wilayah ini memiliki otonomi sendiri dan disebut negeri. Mungkin kalau hanya perpaduan motifnya yang khas masing-masing daerah masih wajar dan biasa, tetapi yang membuat batik ini memiliki nilai seni tinggi adalah prosesnya. Konon menurut para pembatik, air disetiap daerah memiliki pengaruh besar terhadap pewarnaan, dan ini masuk akal karena kandungan mineral air tanah berbeda menurut letak geografisnya. Maka dibuatlah batik tradisional ini di masing-masing daerah. Pertama, kain batik ini dibuat di Lasem dengan warna merah yang khas, seperti merah darah, setelah itu kain batik tersebut dibawa ke Pekalongan dan dibatik dengan warna biru, dan terakhir kain diwarna coklat sogan yang khas di kota Solo.
Mengingat sarana transportasi pada zaman itu tidak sebaik sekarang, maka kain Batik Tiga Negeri ini dapat dikatakan sebagai salah satu masterpiece batik. Hal ini dikarenakan dalamproses pembuatan batik dan motifnya merupakan penggabungan dari 3 wilayah atau negeri yaitu: Lasem, Pekalongan, dan Solo; oleh karenanya disebut Batik Tiga Negeri.
Batik Tiga Negeri yang dibuat di Lasem tentunya mengandung ragam hias khas Lasem dalam lembaran kainnya. Batik Lasem umumnya diselesaikan dengan warna merah mengkudu dan dasarnya kuning-tipis.
Pada dasarnya batik corak Lasem ini adalah suatu corak batik yang mempunyai 3 dasar pengaruh pada motif serta coraknya, yaitu:
1. Pengaruh budaya Tiongkok, seperti bentuk burung phoenix. Ini mungkin disebabkan karena pengusaha batik adalah keturunan Tiongkok (Tionghoa).
2. Pengaruh gaya batik Jawa-Tengah (Sala-Yogya) yaitu pusat seni batik yang semula mempunyai nilai filosofis,seperti kawung.
Pengaruh selera pantai Utara Jawa, yaitu pemakaian warna-warna yang cerah seperti warna merah, biru, kuning, dan hijau disamping warna soga coklat.

Ciri batik Pekalongan

Ciri - ciri Motif Batik Pekalongan

Ciri- Ciri Motif Batik Pekalongan Adalah :
  1. Pada beberapa motif batik Pekalongan yang klasik (tua/kuno) tergolong motif semen. Motif ini hampir sama dengan motif-motif klasik semen dari daerah Jawa Tengah yang lain, seperti Solo dan Yogyakarta yang terdapat ornamen bentuk tumbuhan dan garuda atau sawat. Perbedaanya ada kain klasik ini hampir tidak ada cecek. Semua pengisian motif berupa garis-garis.
  2. Motif asli pekalongan adalah motif Jlamprang, yaitu suatu motif semacam nitik yang tergolong motif batik geometris. Mungkin motif ini merupakan suatu motif yang dikembangkan oleh pembatik keturunan Arab karena pada umumnya orang Arab yang beragama Islam tidak mau menggunakan ornamen berbentuk benda hidup, misalnya binatang atau burung. Mereka lebih suka ragam hias yang berbentuk geometris. Namun Dr. Kusnin Asa berpendapat bahwa motif jlamprang merupakan pengaruh kebudayaan Hindu Syiwa.
  3. Warna soga kain dengan motif dari tumbuhan. Pada kain batik klasik Pekalongan ini motifnya terdapat persamaan dengan kain batik klasik daerah Solo dan Yogyakarta.
  4. Beberapa corak kain yang diproduksi di Pekalongan mempuyai corak atau gaya Cina, seperti adanya ornamen Liong berupa naga besar berkaki dan burung Phoenix, yaitu sejenis burung yang pada bulu kepala, sayap, dan ekor berjumbai serta ekor bergelombang.
  5. Kain batik yang dikembangkan atau diproduksi oleh pengusahan batik keturunan Cina. Gambar-gambarnya pada motif berupa bentuk-bentuk riil (nyata) dan banyak menggunakan cecek-cecek (titik-titik) serta cecek sawut (titik dan garis). Isen-isen pada ornamen penuh dengan cecek.
  6. Penduduk daerah pantai menyukai warna-warna yang cerah seperti warna merah, kuning, hijau, biru, violet, dan orang.
Dengan adanya faktor-faktor seperti tersebut motif batik di daerah Pekalongan selalu berubah-ubah dan saling meniru. Motif-motif baru diciptakan oleh para pembuat canting cap batik atau orang-orang yang khusus membuat membuat motif untuk dijual pada pengusaha batik. Orang Eropa yang pernah ikut terjun ke dalam pembatikan dan berpengaruh adalah Van Zuylen. Van Zuylen terkenal dengan batiknya yang halus dengan motif berbentuk tumbuhan yang realistis.

Perkembangan batik Pekalongan sedemikian rupa dan cepat. Sampai saat ini batik Pekalongan mempunyai corak khusus, yaitu bermotif bentuk tumbuhan realistis dan jlamprang dengan warna-warna yang cerah. Dilihat dari segi pewarnan, Pekalongan mempunyai keunggulan dari daerah lain.

Sejarah Batik Pekalongan

Meskipun tidak ada catatan resmi kapan batik mulai dikenal di Pekalongan, namun menurut perkiraan  batik sudah ada di Pekalongan sekitar tahun 1800. Bahkan,  motif batik Pekalongan sudah  dibuat tahun 1802; seperti motif pohon kecil berupa bahan baju. Namun perkembangan yang signifikan diperkirakan terjadi setelah perang besar pada tahun 1825-1830 di kerajaan Mataram yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau perang Jawa. Dengan  terjadinya peperangan ini mendesak keluarga kraton serta para pengikutnya banyak yang meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah-daerah  baru itu para keluarga dan pengikutnya mengembangkan batik.
Pengrajin Batik Pekalongan Jaman Penjajahan
Pengrajin Batik Pekalongan Jaman Penjajahan
Secara umum perkembangan batik Pekalongan mengalami pasang surut. Pada tahun 1900-an batik Pekalongan mengalami perkembangan pesat karena kenaikan permintaan baik dari dalam maupun luar negeri. Pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20 merupakan periode puncak dari peran kelompok wirausahawan pribumi. Industri batik dan garmen mengalami perkembangan pesat yang sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan sandang dari golongan elit baru yang membawa perubahan besar dalam masyarakat Indonesia, antara lain dalam bidang ekonomi terjadi perubahan perindustrian yang membuka pasar dan peluang kerja yang luas. Terlebih lagi dengan dibangunnya jalur kereta api pantura sehingga pengangkutan batik dari Pekalongan ke berbagai daerah semakin mudah.
Balai Kota Pekalongan Tempo Doeloe
Balai Kota Pekalongan Tempo Doeloe
Pada perang dunia I industri batik mengalami penurunan dan mulai berkembang lagi pada tahun 1920-an. Pada tahun 1927 di kota Pekalongan terdapat 881 perusahaan batik dengan perincian 278 perusahaan batik di Onderdistrik Buwaran, 224di Onderdistrik Tirto, 124 di Onderdistrik Poncol dan 225 di Onderdistrik Kota. Batik kembali merosot pada masa malaise 1930 sehingga rang-orang yang sebelumnya kaya seperti tukang cap harus bertahan hidup dengan menangkap ikan di sawah dan di sungai. Banyak pengusaha yang ganti usaha membuka warung. Buruh-buruh diberhentikan dan istri-istri mencari nafkah dengan menjual apapun yang bisa dijual. Banyak orang meninggalkan desanya untuk mencari nafkah ditempat lain. Banyak penduduk desa pergi ke luar jawa untuk mencari penghidupan baru seperti ke Teluk Betung, Padang, Medan, Kutaraja dan tempat-tempat lainnya. Siang hari tidak ada asap yang mengepul dari dapur, mereka hanya makan sekali sehari pada sore hari. Kemunduran batik Pekalongan disebabkan oleh ketidakprofesionalan dalam usaha, penjualan hasil batik yang tidak wajar, ketidak tahuan hubungan antara penawaran dan permintaan, pendanaan yang tidak ekonomis, produksi yang tidak terencana, persaingan yang ketat dan usaha batik terbagi dalam ratusan usaha kecil.
Pasar Batik Setono Pekalongan
Pasar Batik Setono Pekalongan
Pada tahun 1939 di Pekalongan didirikan dua koperasi batik yaitu Koperasi Batik Setono dan Koperasi batik Pekajangan yang didukung oleh pengusaha batik seperti Mufti, Mastur, Ridwan, Zen Muhammad, Aman jahri dan beberapa tokoh lain. Tujuan pendirian koperais batik ini adalah untuk menghadapi persaingan dengan pengusaha Tionghoa. Pada awal penjajahan Jepang, pemerintah Jepang mengambil alih seluruh pabrik-pabrik tekstil di Jawa, termasuk perusahaan Belanda di Tegal yang memperkerjakan 12.000 penduduk pribumi. Produk tekstil ini digunakan untuk kepentingan tentara Jepang dan sisanya untuk orang-orang sipil. Bahan katun menjadi langka sebab pemerintah Jepang menyita katun yang ada di pasaran dan menyerahkan kepada sejumlah perusahaan kecil untuk dijadikan batik dengan kualitas terbaik dengan desain sesuai selera Jepang. Pada masa Jepang, pengusaha pribumi yang termasuk kaum pergerakan dimanfaatkan untuk menggantikan kedudukan pengusaha Tionghoa yang pada masa kolonial Belanda mendapat tempat terhormat.
Masyarakat Kedungwuni Pekalongan Era Kemerdekaan
Masyarakat Kedungwuni Pekalongan Era Kemerdekaan
Kondisi politik dan keamanan pada awal kemerdekaan masih belum stabil. Indonesia masih harus melakukan perjuangan untuk menghadapi dan melawan Belanda yang berkeinginan untuk kembali menancapkan kuku penjajahan di Indonesia. Upaya penjajah Belanda tersebut antara lain dengan melakukan penyerangan kepada bumi pertiwi yang dikenal dengan agresi militer Belanda ke II tahun 1949. Akibat agresi militer tersebut yaitu daerah-daerah yang sebelum agresi menjadi wilayah Republik Indonesia berubah menjadi wilayah pendudukan Belanda. Daerah-daerah pendudukan tersebut harus ditinggalkan oleh tentara-tentara Republik Indonesia. Daerah-daerah tersebut berubah menjadi daerah isolasi sehingga mengalami berbagai kesulitan terutama kesulitan ekonomi antara lain kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sandang. Kota Pekalongan pada saat itu merupakan salah satu kota yang tidak termasuk daerah pendudukan Belanda, sehingga tidak mengalami masa-masa sulit dalam menghadapi blokade Belanda tersebut. Kondisi kesulitan memenuhi kebutuhan sandang yang dialami oleh daerah-daerah pendudukan Belanda justru mendatangkan peluang bagi industri batik Pekalongan untuk memenuhi kebutuhan sandang bagi daerah-daerah pendudukan Belanda. Kondisi ini merupakan cikal bakal kebangkitan industri batik Pekalongan menuju kejayaan yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat Pekalongan secara luas.
Perkembangan Batik Pekalongan Antara Tahun 1950-1970.
Pengrajin Batik Pekalongan
Pengrajin Batik Pekalongan
Pertumbuhan ekonomi tidak akan lepas dari kebijakan yang ditempuh pemerintah sebagai pemegang dan pengambil keputusan. Kebijakan politik ekonomi yang diambil pemerintah sebagai pemegang kekuasan besar pengaruhnya terhadap tumbuh dan berkembangnya ekonomi dalam hal ini termasuk didalamnya tumbuh dan berkembangnya industri batik. Presiden Soekarno menaruh perhatian sungguh-sungguh kepada perkembangan industri batik. Pemerintah memandang batik tidak hanya sebagai industri yang mendatangkan keuntungan ekonomi tapi batik dijadikan sebagai sarana untuk menumbuhkan persatuan dan kesatuan bangsa. Pemerintah mendorong diupayakannya batik nasional yang bisa mewakili batik daerah-daerah nusantara. Kebijakan pemerintah dalam mendorong batik nasional sebagai sarana mewujudkan persatuan dan kesatuan sangat tepat, sebab pada masa itu persatuan dan kesatuan sangat diperlukan sebagai modal melawan musuh-musuh negara.
Pemerintah pada tahun 1950 mengeluarkan kebijakan bidang ekonomi yaitu program ekonomi kerakyatan. Kebijakan ekonomi kerakyatan yaitu suatu program bidang ekonomi yang ditujukan pada pemberdayaan rakyat dalam bidang ekonomi. Ekonomi kerakyatan hanya bisa diwujudkan jika kegiatan ekonomi tersebut melibatkan rakyat sebagai pelaku ekonomi dan sebagai penikmat hasil kegiatan ekonomi. Program ekonomi yang bertujuan membangkitkan ekonomi kerakyatan tersebut dinamakan Progam Benteng Program ini bertujuan untuk menumbuhkan kewirausahaan Indonesia dan nasionalisme ekonomi. Beberapa kebijakan pemerintah dalam menggerakan ekonomi kerakyatan khususnya dalam pengembangan industri batik yaitu mendorong pendirian koperasi batik, pemberian lisensi kepada pengusaha pribumi, pemberian kemudahan dalam mendapatkan pinjaman modal dari bank, dan kampanye pemakaian produk dalam negeri.
Pedagang Batik
Pedagang Batik
Akibat dari kebijakan ekonomi kerakyatan khususnya dalam bidang industri perbatikan adalah tumbuh dan berkembangnya industri batik khususnya di kota Pekalongan. Perkembangan industri batik terlihat pada perkembangan fungsi batik. Jika sebelumnya penggunaan busana batik hanya sebatas pada busana kain bawahan untuk perempuan ( jarik ) dan sarung mulai berkembang menjadi pakaian jadi misalnya bahan gaun untuk wanita dan kemeja untuk pria semenjak awal tahun 1952. Perkembangan selanjutnya batik menjadi aksesoris untuk topi, household misalnya sprei, bedcover, taplak meja, serbet dan lain-lain. Peningkatan fungsi batik menjadi bahan pakaian jadi mendorong industri batik meningkatkan produksi dan inovasi baik yang ada di kota Pekalongan atau sentra-sentra produksi batik lainnya. Pada masa itu sulit menemukan masyarakat Pekalongan yang menganggur. Semua orang bekerja termasuk anak-anak yang masih sekolah. Pulang sekolah anak-anak tersebut bekerja membantu orang tua sebagai buruh batik rumahan. Mereka ikut menikmati keuntungan baik secara ekonomi maupun pengetahuan dan ketrampilan membatik. Perkembangan dan peningkatan fungsi batik telah mendatangkan keuntungan dan kesejahteraan bagi masyarakat perbatikan kota Pekalongan secara finansial dan mengembangkan batik baik dalam hal ragam dan coraknya.

batik pekalongan

Pekalongan Kota Batik
Batik Pekalongan termasuk kesenianbatik yang terkenal di Indonesia, bahkan hingga mancanegara sudah mengenal jenis batik dari daerah ini. Dan jika ada salah satu daerah yang dijuluki sebagai Kampung Batik Indonesia maka itu adalah kota Pekalongan. Batik Pekalongan merupakanbatik pesisir yang paling kaya akan warna. Batik Pekalongan menggambarkan ciri kehidupan masyarakat pesisir yang mudah beradaptasi pengaruh budaya luar dan juga mampu mengadaptasi pengaruh batik pedalaman.
Sejarah batik Pekalongan tak lepas dari adanya pengaruh baik dari daerah lain maupun pengaruh dari luar. Pengaruh-pengaruh tersebut semakin memperkaya keanekaragaman batik Pekalongan itu sendiri. Hal-hal yang mempengaruhi batik Pekalongan diantaranya adalah:
Pengaruh Kraton Cirebon
Batik Cirebon, Taman Arum Sunyaragi
Batik Cirebon, Taman Arum Sunyaragi
Awal perkembangan batik yang erat hubungannya dengan pengaruh masa Kesultanan Cirebon terdapat pada batik Pekalongan. Hal ini disebabkan pada abad XV dan XVI Keraton Cirebon merupakan kiblat bagi budaya dan agama bagi penduduk di pesisir utara jawa. Perkembangan batik baik di Cirebon maupun Pekalongan tidak terlepas dari adanya hubungan kultural-lokal yang sumber utamanya bertolak dari sejarah bangunan yang ditunjang komponen pendukungnya. Pola hias batik Cirebon mendapat pengaruh antara lain bentuk ragam hias dari taman Sunyaragi dan keraton Pakungwati, sedangkan Pekalongan lebih banyak ke arah ragam hias dari keramik Tiongkok yang menghiasi Keraton kasepuhan dan makam Raja-raja Cirebon di Gunungjati.
Secara filosofi, para pengrajin batik Pekalongan telah menempatkan hiasan keramik Tiongkok sebagai manifestasi ikatan kebudayaan leluhur yang dalam lukisannya memiliki kefasihan dan kelembutan. Pemilihan ragam hias jenis tumbuhan yang sebagian besar menjadi objek utama dan banyak terdapat pada lukisan keramik Tiongkok. Selain itu ragam hias batik Pekalongan yang berbentuk binatang seperti burung pipit, burung merak, ular naga dan kupu-kupu turut melengkapi ragam hias tumbuhan. Pola-pola batik untuk kepentingan peribadatan mengadaptasi ragam-ragam hias bentuk-bentuk manusia dewa dalam kerajaan langit sesuai kepercayaam agama leluhur yang disebut Tok-Wi(Jenis batik yang digunakan untuk alas altar persembahyangan) orang Tionghoa. Pengaruh batik Cirebon pada perkembangan batik Pekalongan juga nampak pada penghargaan yang diberikan keraton Cirebon terhadap batik Pekalongan khususnya oleh kalangan ningrat Tionghoa. Penghargaan keraton Cirebon terhadap batik Pekalongan nampaknya bukan hanya disebabkan oleh ragam hias dari keramik dinasti Ming namun juga disebabkan oleh ciri khas batik Pekalongan yaitu cara pembuatan yang berbeda dengan cara pembuatan batik di daerah lain khususnya pada masa itu.
Batik Kraton Motif Parang
Batik Kraton Motif Parang
Pengaruh Kraton Mataram
Wilayah Pekalongan merupakan wilayah kerajaan Mataram maka perjalanan sejarah batik Pekalongan tidak lepas dari pengaruh kerajaan Mataram. Pengaruh batik Keraton atau batik pedalalam terhadap sejarah perkembangan batik Pekalongan secara nyata terjadi setelah Perang Diponegoro atau juga disebut Perang Jawa (1825-1830) di kerajaan Mataram. Terjadinya peperangan ini mendesak keluarga kraton serta para pengikutnya banyak yang meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah-daerah baru itu para keluarga dan pengikutnya mengembangkan batik. Ke timur batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto serta Tulungagung hingga menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura. Sedang ke arah Barat batik berkembang di Banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon dan Pekalongan. Produksi batik tidak berhenti walaupun mereka telah tersingkir dari kehidupan kraton sebab batik merupakan sandang yang dipakai sehari-hari sehingga batik merupakan kebutuhan pokok.
Dengan adanya migrasi ini, maka batik Pekalongan yang telah ada sebelumnya semakin berkembang. Seiring berjalannya waktu, Batik Pekalongan mengalami perkembangan pesat dibandingkan dengan daerah lain. Di daerah ini batik berkembang di sekitar daerah pantai, yaitu di daerah Pekalongan kota dan daerah Buaran, Pekajangan serta Wonopringgo. Meskipun ciri-ciri batik Pekalongan motifnya mirip dengan batik Yogya atau batik Solo namun batik Pekalongan sangat bebas dan menarik karena dimodifikasi dengan banyak variasi warna yang atraktif. Banyak dijumpai juga batik Pekalongan yang memiliki banyak warna yang berbeda dengan kombinasi yang dinamis. Warna-warnanya yang mencolok terlihat sangat kontras jika dibandingkan dengan corak batik pedalaman seperti batik Solo dan Jogjakarta. Nama-nama batik Solo dan Jogya sangat bertolak belakang dengan batik Pekalongan yang memiliki beragam warna sesuai karakter masyarakatnya yang terbuka, bebas dan sangat marjinal. Batik Pekalongan menggambarkan ciri kehidupan masyarakat pantai yang mudah mengadaptasi pengaruh budaya luar dan juga mampu mengadaptasi pengaruh batik pedalaman.
Pengaruh Dari Luar
Batik Encim Pekalongan
Batik Encim Pekalongan
Perjumpaan masyarakat Pekalongan dengan berbagai bangsa seperti Tiongkok, Belanda, Arab, India, Melayu dan Jepang pada zaman lampau telah mewarnai dinamika pada motif dan tata warna seni batik Pekalongan. Sehubungan dengan itu beberapa jenis motif batik hasil pengaruh dari berbagai negara tersebut yang kemudian dikenal sebagai identitas batik Pekalongan. Motif itu, yaitu batik Jlamprang, diilhami dari Negeri India dan Arab. Lalu batik Encim dan Klengenan, dipengaruhi oleh orang Tionghoa. Batik Belanda, batik Pagi Sore, dan batik Jawa Hokokai, tumbuh pesat sejak pendudukan Jepang. 
Batik Jlamprang diilhami dari India dan Arab. Batik Encim dan Klengenan dipengaruhi dari peranakan Tionghoa. Batik Pagi Sore diilhami dari Belanda dan Batik Jawa Hokokai diilhami dari Jepang. Perkembangan budaya tehnik cetak motif tutup celup dengan menggunakan malam (lilin) di atas kain pada batik Pekalongan memang tidak lepas dari pengaruh negara-negara tersebut.
Tinjauan Antropologi Pekalongan
Perkembangan batik Pekalongan tidak sepenuhnya dikuasai pengusaha bermodal besar, akan tetapi bertopang pada ratusan pengusaha kecil dan hampir semua dikerjakan di rumah-rumah. Batik Pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat, dan menjadi salah satu khasanah batik tradisional Indonesia. Penduduk Pekalongan berdasarkan asal keturunan/etnisnya dapat dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu penduduk asli/pribumi, penduduk dari suku bangsa Indonesia yang lain, orang-orang Tionghoa, orang-orang Arab baik yang sudah menjadi WNI maupun yang masih WNA, dan orang asing.
Masyarakat Pekalongan dilihat dari perbedaan etnis terdiri dari tiga kelompok, yaitu kelompok etnis Jawa, Arab dan Tionghoa. 
Etnis Jawa
Kelompok etnis Jawa di bagi ke dalam tiga kelompok sosial yang masing-masing memiliki ciri tersendiri. Tiga kelompok sosial itu yaitu :
Wong kaji
Wong kaji merupakan golongan para haji yaitu orang yang telah melaksanakan ibadah haji, mengunjungi Baitullah (ka‟bah) di Mekkah, melakukan ibadah kepada Allah SWT pada waktu tertentu dengan cara tertentu secara tertib sebagai rukun Islam kelima. Wong kaji berperan dalam kehidupan beragama terutama dalam agama Islam, karena dianggap telah melaksanakan kesempurnaan ibadah rukun Islam. Bagi seorang muslim, ibadah haji merupakan kewajiban bagi yang mampu, sekali seumur hidup. Sehingga seorang muslim akan berusaha semaksimal mungkin untuk dapat melaksanakan kewajiban itu. Kondisi ini merupakan motivasi dan dorongan bagi pengusaha muslim untuk bekerja keras, berhemat, mengatur keuangan, membelanjakan sesuai keperluan, menabung dan penuh perhitungan yang sangat teliti. Posisi wong kaji dalam masyarakat dianggap terhormat karena dianggap orang yang tahu atau alim, berinisiatif membangun kemajuan dan memiliki modal dalam usaha pembatikan.
Wong priyayi
Pada umumnya merupakan orang yang menjabat sebagai pegawai negeri. Wong Priyayi biasanya mempunyai jabatan atau menjadi pegawai negeri dan disegani oleh masyarakt feodal di Pekalongan.
Wong cilik atau wong biasa
Terdiri dari para pekerja atau buruh, meliputi buruh-buruh pada perusahaan tekstil dan pembuatan batik tulis, nelayan, petani dan para tukang. Wong cilik seringkali dihubungkan dengan usaha pembatikan yang termasuk wong cilik adalah pembatik tulis, tukang celup, tukang ketel, tukang colet, tukang lorod, tukang kuwuk, dan pembuat batik cap. Wong cilik di Pekalongan memproduksi batik yang disebut batik Pegon dengan daerah penghasilnya Kalimati, Kletan dan Paesan. 
Etnis Tionghoa
Kelompok etnis Tionghoa di Pekalongan diperkirakan telah menetap sejak abad XVI. Daerah asal mereka adalah Kwantun atau Fukien di daerah Tiongkok  Selatan yang merupakan daerah pantai. Mereka melakukan migrasi karena faktor sosial ekonomis seperti tekanan yang terjadi karena padatnya penduduk di Tiongkok sehingga sulit mendapatkan mata pencaharian. Mereka kemudian melakukan penyesuaian dengan penduduk setempat salah satunya melakukan perkawinan. Dari perkawinan campuran dengan penduduk pribumi, unsur-unsur kebudayaan daerah Pekalongan mempengaruhi tata cara kehidupan sosial mereka. Setelah orang Tiongkok banyak berdatangan ke Pekalongan, pengaruh unsur kebudayaan Pekalongan berkurang terhadap tata cara kehidupan sosial orang Tionghoa.
Pada umumnya orang Tionghoa di Pekalongan menduduki lapisan masyarakat tingkat bawah seperti menjadi tukang, pedagang kecil dan menjadi kuli di berbagai perusahaan. Berdasarkan kepercayaan yang dianutnya, maka orang Tionghoa di Pekalongan umumnya menganut ajaran Kon Fu Tze atau Kristen.
Di Pekalongan, orang-orang Tionghoa pada umumnya telah menjadi warga negara Indonesia atau WNI. Mereka dominan memegang perekonomian terutama dalam bidang perdagangan bahan-bahan untuk pembatikan, pengusaha batik, pengusaha tekstil dan menjalankan berbagai toko.
Etnis Arab
Kelompok etnis Arab diperkirakan datang ada abad XV, bersamaan dengan masa perkembangan pertama agama Islam di Indonesia. Kedatangan orang-orang Arab ke Jawa didorong oleh usaha perdagangan untuk mencari daerah yang memungkinkan usaha mereka berkembang. Dengan mengenal dan mengetahui daerah asal barang yang dibutuhkan diharapkan mereka dapat menjual barang dengan harga lebih murah. Lama kelaman orang-orang Arab menetap di daerah pesisir utara Jawa sebagai daerah yang ramai oleh lalu lintas perdagangan. Pada orang-orang Arab di Pekalongan terdapat kelompok yang menyebut dirinya Hadarom yaitu orang Arab yang berasal dari Hadramaut. Ada juga yang menamakan dirinya Baal-wi sebagai keturunan langsung dari Nabi Muhammmad. Mereka memakai gelar Sayyid atau Habib. Orang Arab yang dilahirkan di Indonesia disebut Mual’at sedangkan orang Arab yang masih menjadi warga negara asing disebut Ulaiti. Orang-orang Arab di Pekalongan memakai sebutan Bin untuk menunjukkan dasar ikatan keluaga yang diambil dari garis keturunan Ayah. 
Orang Arab lebih dapat menyesuaikan diri dengan penduduk setempat karena faktor kesamaan agama dan mereka mempunyai pembawaan untuk dapat menyesuaikan diri kepada kebudayaan lain bila terdapat kesempatan untuk melakukannya. Orang Arab di Pekalongan berpusat di daerah Kampung Arab dan Desa Lego. Kebanyakan bermata pencaharian sebagai pedagang, penjual bahan-bahan pembatikan dan tekstil.
Seperti halnya daerah pantai utara jawa dimana Pekalongan sebagai pusat perkembangan batik. Pelaku perbatikan di Pekalongan di lakukan oleh tiga kelompok yaitu etnis China, etnis Arab dan Belanda.
Ragam Hias Batik Pekalongan
Batik Jlamprang, Batik Pekalongan pengaruh India & Arab
Batik Jlamprang, Batik Pekalongan pengaruh India & Arab
Perkembangan budaya tehnik cetak motif tutup celup dengan menggunakan malam (lilin) di atas kain yang kemudian disebut batik, memang tak bisa dilepaskan dari pengaruh budaya-budaya bangsa pendatang seperti Tionghoa, Arab dan India. Ini memperlihatkan konteks kelenturan batik dari masa ke masa. Batik Pekalongan menjadi sangat khas karena bertopang sepenuhnya pada ratusan pengusaha kecil, bukan pada segelintir pengusaha bermodal besar. Sejak berpuluh tahun lampau hingga sekarang, sebagian besar proses produksi batik Pekalongan dikerjakan di rumah-rumah. Akibatnya, batik Pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat Pekalongan yang kini terbagi dalam dua wilayah administratif, yakni Kotamadya Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan.
Batik Jlamprang diilhami dari India dan Arab. Batik Encim dan Klengenan dipengaruhi dari peranakan Tiongkok. Batik Pagi Sore diilhami dari Belanda dan Batik Jawa Hokokai diilhami dari Jepang. Perkembangan budaya tehnik cetak motif tutup celup dengan menggunakan malam (lilin) di atas kain, memang tidak lepas dari pengaruh negara-negara tersebut.
Penduduk pribumi yang semula merupakan buruh atau pekerja pada pedagang Tionghoa lambat laun mampu memproduksi batik sendiri bahkan kemudian berkembang tidak hanya menjadi pembatik rumahan tetapi sebagian mampu berkembang menjadi pengusaha batik. Tumbuhnya para pengusaha batik pribumi telah memperkaya ragam hias batik Pekalongan karena mereka menampilkan pola campuran yang memperkaya ragam hias batik asli dari masing-masing budaya. Pertemuan ketiga unsur dari masyarakat pembatikan Pekalongan ini akhirnya menjadi bagian terbesar dari ciri khas batik Pekalongan dengan segala ragam warna-warninya Contoh ragam batik Pekalongan yang merupakan campuran ragam hais adalah ragam hias salur pandan, bunga persik dan bunga rose dengan stirilisasi burung pipit serta burung merak yang bercorak Tionghoa mendapat isen latar pola kawung, gringsing atau parang yang merupakan pola asli tradisional.
Menurut gaya dan seleranya, serta dilihat dari segi ragam hiasnya maupun tata warnanya, batik daerah Pekalongan dapat digolongkan dalam 3 golongan:
Batik Encim
Batik Semarangan  Motif  Kembang Cengkeh
Batik Semarangan  Motif  Kembang Cengkeh
Batik Encim dikenal dengan tatawarna khas Tiongkok, dan sering mengingatkan pada benda-benda porselin Cina. Batik encim Pekalongan tampaknya condong pada tata warna porselin famille rose, famille verte dan sebagainya. Ragam hiasnya dapat digolongan atas tiga jenis ragam hias yaitu :

  • Ragam hias buketan, yang biasanya memiliki tata warna famili rose, famili verte dan sebagainya.
  • Ragam hias simbolis kebudayaan Tiongkok dengan motif seperti burung hong (kebahagiaan), naga ( kesiagaan), banji (kehidupan abadi), kilin (kekuasaan), kupu-kupu dan beberapa lagi.
  • Ragam hias yang bercorak lukisan, seperti arakan pengantin Tionghoa ada pula yang bercorak yang diilhami oleh cerita/dongeng misalnya Batik Sam Pek Eng Tay.
Pemilihan warna yang mencolok dari batik Pekalongan tampaknya tidak sekedar sebagai pelengkap pola hias. Selain pengaruh warna biru putih keramik Tiongkok dari dinasti Ming yang diproduksi abad XVII –XVIII, diproduksi pula batik-batik dengan berbagai warna. Pengkespresian warna ke dalam benda-benda yang memiliki mitos kosmologi itu menerangkan tentang proses penciptaan alam jagad raya yang melibatkan dua kekuatan yaitu ying dan yang.
Batik encim juga mendapat pengaruh dari batik Solo-Jogya antara lain batik Cempaka Mulya yang merupakan kain batik untuk pengantin Tionghoa. Yang menarik lagi adalah penggunaan ragam hias tanahan (latar) batik Encim dari daerah Pekalongan yang dinamakan Semarangan. Yang termasuk ragam hias Semarangan antara lain kembang cengkeh, grindilan dan semacamnya.
Batik Belanda
Motif Buketan Bunga Batik Belanda
Motif Buketan Bunga Batik Belanda
Kain batik Pekalongan yang bergaya dan berselerakan Belanda, antara lain batik dari juragan batik E. van Zuylen, Metz, Yans dan beberapa nama 
lagi. Namun yang sangat terkenal adalah batik Van Zuylen. Kebanyakan batik yang bergaya Belanda ini umumnya merupakan kain sarung. Mungkin hal ini dikarenakan kain sarung lebih mudah pemakainnya bagi kaum pendatang. Dalam kelompok batik ini terlihat ragam hias buketan yang biasanya terdiri dari flora yang tumbuh dinegeri Belanda seperti bunga krisan, buah anggur, dan rangkaian bunga Eropa. Dikenal juga ragam hias kartu bridge yang merupakan permainan kartu dari kalangan pendatang barat. Juga terdapat ragam hais berupa lambang bagi masyarakat eropa antaralain cupido (lambang cinta), tapak kuda dan klavderblad (lambang keberuntungan) dan juga ragam hias yang berasal dari cerita / dongeng misalnya putri salju, cinderella dan lain-lain.
Batik Pribumi
Disamping batik yang bergaya Tionghoa dan Belanda ini ada pula batik yang berselerakan pribumi. Batik bergaya pribumi ini umunya sangat cerah dan meriah dalam tata warnanya. Tak jarang pada sehelai kain batik dijumpai 8 warna yang sangat berani, tetapi sangat menakjubkan serta secara keseluruhan sangat menarik. Ragam hiasnya sangat bebas, meskipun disini banyak terlihat ragam hias tradisional batik kraton dari Solo-Yogya seperti ragam hias lar, parang, meru dan lain-lain yang telah mengalami sedikit perubahan dalam gayanya. Ragam hias yang dikembangkan oleh pribumi antara lain Merak kesimpir, Tambal, Jlamprang yang mempunyai kemiripan dengan ragam hias dari Solo-Jogya, ragam hias Terang bulan, dan batik dengan ragam hias tenunan palekat. Beberapa orang yang ikut mengembangkan batik Pekalongan pada jaman sebelum kemerdekaan adalah Ny. Barun Mohammad, Ny.Sastromuljono, dan Ny.Fatima Sugeng.
Perbedaan karakteristik batik Pekalongan juga dapat dilihat dari cara atau tehnik pewarnaan. Ketika daerah lain masih menggunakan tehnik celup (dipping technique) dalam hal pewarnaan, maka selain tehnik tersebut, tehnik melukis (natural brushing technique) juga sudah digunakan oleh para pengrajin. Tehnik pewarnaan ini mulai digunakan semenjak bahan pewarna masuk dalam industri batik di Pekalongan. Sistem melukis ini mempermudah dalam mencapai warna yang dikehendaki pada saat yang bersamaan, sehingga setiap detail ragam hias dapat dilukis dan diwarnai dengan cepat dan sempurna sesuai dengan aslinya. Tehnik pewarnaan dengan menggunakan kuas ini bukan suatu yang baru sebab tehnik tersebut erat kaitannya dengan pengaruh tehnik pewarnaan sutra dan porselin dari bangsa Tiongkok.